Tulisan ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun tahun 2011 pada saat memasuki bangku kuliah Pasca Sarjana UNM dan menjadi tesis. Dalam rangka penyelesaian studi Pasca Sarjan UNM di Makassar. Dan sebagai penyelenggran kegiatan pada Festival Budaya Kab. Barru ke 1 dan ke. 2. Dengan kegiatan Olahraga Tradisional . seperti Engrang (Jeka/Majeka), Permainan Hadang (Mangasing/asing), Layang layang dan sebagainya. Begitu rasa penasaran dan keprihatinan yang mendalam betapa rumitnya dimana dimulai kegiatan permainan Olahraga tradisional. Begitu kurangnya sumber, praktisi tradisional ini. Kami menelusuri kesana kemari sampai kami berburu Nara sumber di Kota Makassar dan melakukan penulusuran di dunia Internet. Bahkan pada Festival Budaya Kab. Barru ke 1 di datangkan Yuri dari tingkat Provinsi Sulawesi Selatan dalam hal ini Pengurus FORMI (Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia) Sulsel.
Majjeka adalah aktivitas permainan anak-anak sering dilakukan diwaktu senggang atau luang mereka dalam rangka aktivitas fisik, dan menumbuhkan kegembiraan, serta meningkatkan kemampuan fisik, seperti daya tahan, kelincahan dan keseimbangan. Aktivitas ini dilakukan hampir seluruh daerah di wilayah nusantara, termasuk Kabupaten Barru. Kabupaten Barru adalah salah satu kabupaten yang terletak di pulau Sulawesi, tepatnya Provinsi Sulawesi selatan. Sebagai kabupaten terdiri dari pegunungan, daratan dan pesisir. Tentu juga beragam aktivitas masyarakatnya. Begitupun anak-anaknya, berbagai cara bermain dalam kesehariannya, termasuk dalam permainan Majjeka.
Majjeka dalam bahasa Bugis terbagi dua Ma’ dan Jeka. Ma’ artinya melakukan sesuatu dan Jeka sebuah alat dari bahan bambu dan kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk di pakai berjalan. Fungsinya jeka sama dengan alas kaki (sepatu,sandal), hanya membedakannya adalah ketinggian pijakan kaki ke jeka jauh lebih tinggi dibandingkan dengan memakai sepatu/sandal.
Oleh karena itu di butuhkan kekuatan pijakan kaki yang kuat dan tepat tepat, keseimbangan yang baik serta kelincahan gerak tubuh untuk berjalan memakai jeka. Sangat menarik permainan ini, hanya di jaman sekarang ini sudah jarang di mainkan atau dilakukan karena semakin banyak permainan anak-anak yang berasal dari luar, di tambah pula minat untuk melakukan permainan semakin berkurang. Ini dapat dilihat sepanjang tahun, sudah tidak ada aktivitas bermain melalui Jeka ini.
Melihat kecenderungan akan semakin menghilangkan permainan dan olahraga tradisional sebagai asset bangsa, maka perlu ada upaya semua pihak menumbuhkan kembali, permainan ini dalam rangka melestarikan budaya bangsa. Melalui permainan ini pula anak-anak dapat berolahraga sebagai aktivitas tubuh merangsang pertumbuhan fisiknya dan perkembangan jiwanya. Sekaligus melatih kelincahan gerak, dan keseimbangan tubuh anak.
Permainan ini pula dapat di lombakan sebagai sarana melatih mental anak untuk mendidik jiwa sportivitas, persaingan yang sehat. Seperti beberapa tahun lalu dalam Festival budaya To Berru ke 1 dan Festival budaya To Berru ke 2 telah berlangsung meriah, atraktif, dan penuh kegembiraan. Pada umumnya peserta adalah kalangan anak-anak usia 14-16 tahun dan orang dewasa.
Menarik untuk disimak bahwa keberadaan Engran / Jeka ini sebagai olahraga tradisional dan permainan rakyat sudah menjadi ancaman kepunahan di negeri tercinta ini. Mengenai kegiatan ini berbagai upaya menggalakkan untuk kembali memassalkan permainan di Kabupaten Barru pada Festival Budaya to Barru ke 1 dan ke 2 malah telah di lombakan. Dalam lomba tersebut aturan yang di pakai berdasarkan atuan lomba dan permainan yang telah di susun oleh Kementerian Pendidikan nasional. Hal yang sangat menarik, dilihat peserta yang ikut itu adalah undangan kesekolah-kesekolah (SD, SMP, SLTA), dan Instansi Pemerintah dan swasta, se kabupaten Barru. Peserta dari sekolah termasuk kurang, hanya sekolah-sekolah tertentu yang ada utusannya. Dan yang lebih menarik lagi peserta kelompok orang dewasa lebih banyak dari pada anak-anak. Hal ini menjadi pertanyaan bagi panitia pelaksana pada saat itu adalah kenapa orang tua banyak yang hadir sebagai peserta?. Ternyata para orang tua yang hadir sebagian dengan alasan bernoslgia di masa anak-anak mereka. Mereka merindukan permainan ini untuk anak mereka untuk dimainkan sebagai permaianan yang banyak manfaatnya.
Dari kenyataan tersebut tidak menutup kemungkinan generasi sekarang dan yang akan datang tidak akan melihat lagi permainan ini. Boleh jadi hanya menjadi sisa kenangan berupa foto-foto, selebihnya tidak ada lagi untuk dimainkan oleh generasi berikutnya.
Menjadi persoalan sekarang akankah permainan akan hilang ? Ataukah kita mampu kembalikan permainan ini menjadi permainan yang menarik untuk dimainkan. Keprihatinan ini harus diwujudkan menjadi program pemerintah dalam dinas yang terkait, seperti Dinas pendidikan Kab. Barru dan Dinas dan Dinas Pemuda dan Olahraga Kab. Barru, dan instansi terkait. Sebagai mana amanat Undang Undang Sistem Keolahragaan nasional No.3 tahun 2005. Salah satu isinya Olahraga Tradisional untuk di gali, dikembangkan dalam upaya membangun mansuia Indonesia yang sehat jasmani dan Rohani.
Hemat saya permainan harus dtumbuhkan kembali dan dikembangkan menjadi olahraga yang lebih menarik, atraktif dalam rangka menarik minat anak-anak untuk melakukannya. Permainan Jeka dan permainan rakyat dan olahraga tradisional haruslah menjadi kepedulian kita bersama. Jangan sampai nanti menjadi milik bangsa lain, yang lebih mengembangkannya.
Hendaknya Pemerintah Daerah dalam hal Dinas Pendidikan mengajak atau menggalakkan permainan rakyat dan tradisional di galakkan di sekolah-sekolah, menjadi mata pelajaran Muatan Lokal. Selanjutnya Dinas Pemuda dan Olahraga mengembangkan pembinaan dengan mengadakan pembinaan di sekolah-sekolah, di kampung-kampung selanjutnya mengadakan event-event permainan rakyat atau olahraga tradisonal secara terus menerus.
Sehingga dengan pemasalan ini diharapkan permainan rakyat atau olahraga tradisional kembali tumbuh dan berkembang sebagai permainan dan olahraga yang menarik dilakukan, menarik untuk ditonton oleh semua orang. Yang pada akhirnya menjadi ikon daerah, menjadi factor utama untuk berkunjung di Kabupaten Barru. Maka pada ujung tulisan ini, di harapkan lahir generasi yang sehat jasmani dan rohani yang kuat, lincah, terampil, menghargai hasil karya bangsanya, dan derajat ekonomi bisa bertambah dengan kedatangan penonton, pengunjung, wisatawan lokal dan manca Negara.
Dalam rangka itu berbagai upaya telah dilakukan termasuk dalam hal Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2002 yang berjudul “Kumpulan Permainan OLAHRAGA TRADISIONAL” . Suatu langkah yang positif untuk menginventaris permainan permainan olahraga tradisional di Indonesia, sekaligus berupaya membuat aturan permainan sehingga suatu langkah awal untuk menggali permainan olahraga tradisional. Oleh karena itu adanya aturan baku yang telah di modifikasi smenjadi aturan baku, selanjut perlu pengkajian penggalian yang lebih mendalam agar aturan permainan lebih bagus lagi, bernuansa olahraga modern, lebih menarik atrkatif, dan jelasnya untuk pertumbuhan jasmani dan rohani anak Indonesia.
Olehnya itu tulisan ini bermaksud untuk memberi informasi tentang olahraga tradisional sekaligus untuk sekali lagi upaya menggali olahraga tradisional ini, terutama dari aturan baku yang telah disusun oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam Buku Kumpulan Permainan Olahraga Tradisional tahun 2002.
Tentang sejarah Engran menurut dalam buku Kumpulan Permainan Olahraga Tradisional Egrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari daerah mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda seperti : sebagian wilayah Sumatera Barat dengan namaTengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengakulu berarti sepatu bambu, Enggran dalam bahasa Lampung berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Sedang di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari burung yang berkaki panjang.
Sementara itu di Sulawesi Selatan khsususnya di Suku Bugis hal ini di kab. Barru dsebut Jeka atau Majeka. Sama daerah lain bahan dan alat yang dipakai dari bambu dan kayu.
Sesuai dengan aturan yang telah dibakukan aturan dan ketentuan lomba sebagai berikut:
A. TUJUAN
Mengisi waktu luang, bermain dan meningkatkan kemampuan motorik.
B. MANFAAT
Gembira, kualitas kebugaran meningkat, kemampuan motorik meningkat,
Dan bersosialisasi.
C. SASARAN
Anak-anak, remaja, dewasa.
D. PERTURAN PERMAINAN
1. Lapangan dan Peralatan
a. Lapangan
Lapangan yang dipergunakan disarankan datar dan luas (bisa di stadion, lapangan umum, bahkan jalanraya, bila memungkinkan).Ukuran lapangan adalah panjang minimum 50 m danlebar 7 meter dibagi 5 garis lintasan masing-masing 1 meter.
b. Peralatan
Alat yang digunakan adalah bambu yang dibuat sedemikian rupa, sehingga permukaannya rata .Pada ukuran 50 cm dari bawah, dibuat tempat berpijak kaki yang rata dan boleh dilapis dengan kain atau busa.
Alat egrang dibagi menjadi dua, berdasar kelompok umur pemakainya, masing-masing kelompok umur 6-12 tahun
Dan kelompok umur 13 tahun keatas. Secara spesifik, ukuran egrang tersebut adalah sebagai berikut :
1) Umur 6-12 :
Tinggi Bambu = 1 m
Ukuran Tempat Berpijak :
- Tinggi = 50 cm
- Lebar = 15-20 cm
- Panjang = 7 cm
2) Umur 13 tahunkeatas
Tinggibambu = 2 m
Ukurantempatberpijak :
- Tinggi = 50 cm
- Lebar = 20 cm
- Panjang = 10 cm
2. Pemain
a. Permainan egrang biasa dimainkan oleh pria dan wanita dengan mengenakan pakaian olahraga yang pantas.
b. Kelompokumur :
- Anak-anak : 6-12 tahun
- Taruna/remaja/dewasa : 13 tahunkeatas
3. JalannyaPermainan
a. Sebelum perlombaan di mulai, para peserta diteliti usianya untuk menentukan kelompok umur masing-masing. Dalam meneliti umur peserta di dasarkan pada suratk eterangan yang berwenang. Hal ini dilakukan pada waktu penyelenggaraan resmi. Kalau dalam perlombaan pembinaan cukup dengan mengira-ngira saja.
b. Peserta di bagi menjadi beberapa kelompok dalam kelas masing-masing 5 (lima) orang sesuai dengan jumlah lintasan. Perlombaan dalam seri, jumlah atlet sesuai dengan jumlah lintasan.
c. Selanjutnya di adakan undian untuk menentukan urutan pemberangkatan perlombaan. Undian diadakan agar jangan ada yang merasa dirugikan.
d. Perkelompok diperlombakan dalam seri, dari garis start sampai garis finish di pimpin oleh juri start dan waktu di catat oleh petugas pencatat waktu/ timer
e. Sebelum perlombaan dimulai, para atlit berdiri dibelakang garis start dengan memegang engrang.
f. Aba aba perlombaan oleh wasit/yuri start adalah: bersedia, siap, “YA”. Pada aba aba bersedia, tangan memegang engrang (kanan dan kiri), aba aba siap satukaki(kiri atau kanan) di atas tempat berpijak dan setelah aba aba “YA” lari. Pengganti “YA”dapat dilakukan dengan suara peluit.
g. Para atlit dinyatakan gugur apabila:
1) Menginjak garis lintasan
2) Kaki jatuh menyentuh lantai/lintasan
3) Dengan sengaja menggangu atlit lain
h. waktu terbaik dal seri (2 atau 3 orang) berhak mengikutu seri berikutnya. Untuk maju keseri berikutnya, dapat diatur dalam peraturan perlombaan khusus apakah hanya 2 atau 3 orang waktu terbaik dengan memperhatikan jumlah peserta.
i. atlit yang terganggu jalannya oleh atlit lainnya boleh meneruskan larinya atau mengulang
j. atlit. Yang mengambil lintasan orang lain dinyatakan gugur.
4. Pemenang.
a. pemenang ditentukan berdasarkan kecepatan waktu
b. waktu yang diambil adalah kaki terakhir menyentuh garis finish
5. wasit, juru dan pencatat waktu (timer)
a. wasit bertugas mengawasi seluruh jalannya perlombaan
b. juru pemberangkatan ( starter)
c. juru lintasan, mengawasi lintasan apakah ada pelari yang menginjak garis
d. juru kedatangan mengawasi perlombaan di garis akhir
e. pencatat waktu (timer), mencatat waktu para pelari.
Berdasarkan pengalaman praktik beberapa kali, masih banyak yang perlu dperbaiki aturan lomba seperti peserta (kostum bernomor dada/punggung), dan masih banyak lagi aturan dan ketentuan yang bisa dperbaiki sebagai upaya perbaikannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk dijadikan upaya bersama untuk menggali dan mengembangkan peramainan olahraga Tradisional di Indonesia.
Semoga..
Aamin!
Komentar
Posting Komentar