AWAN HITAM MENUTUP RAPAT KESUNYIAN




               Sore dan petang tadi, datang menyambut kedatanganku yang beranjak keluar menapaki jalan yang sepertinya pertanda telah terjadi hujan karena setiap tapakan kaki itu beriringan dengan basahnya jalanan dan denting angin yang riu membawa suasana kedinginan. daun menjatuhkan rintik- rintik bekas kehujanan. disitukah mulainya hadir kesunyian? lalu bagaimana kabarmu yang kini benar - benar mungkin telah menghilang dan menghapus setiap titik - titik kenangan yang berusaha ku ingatkan.Akan kah kita kembali berakhir dalam sebuah pertemuan dimana tidak ada lagi kekecewaan dan kerapuhan yang begitu menggelisahkan aku yang mulai terbiasa akan kerapuhan yang telah lama menetap didiriku yang begitu lepas kau berikan. 

                Tidakkah lagi ada tanda kebersamaan yang akan menyimpan kembali kenangan yang akan ku kenang tidakkah ada kesempatan untuk senyuman memperlihatkan lengkungan kalau itu adalah tanda sebuah kerinduan. dimanakah kini kau yang sempat kuceritakan lewat doa - doa yang pernah kulangitkan dengan penuh kehangatan. Bukankah kita sedang disaksikan Awan hitam yang mulai menutup rapat kesunyian setelah kau beranjak meninggalkan tanpa sedikitpun penyesalan mengapa tak ada sadar kau sedang berusaha kembali hadirkan kesedihan yang mendalam.
                 Kuharap ketika kembali kita dipertemukan, bukan lagi karena kenangan yang membuat kita kini saling berjauhan melainkan dimana Allah menyatukan persahabatan atas dasar kembalinya kebersamaan yang terikat dalam sebuah kebahagian yang belum pernah kita saksikan bahkan setelah kepahitan yang kemarin yang menyisahkan kisah kita dibawah awan hitam yang berusaha menutup rapat kesunyian yang sempat ku rasakan.


SUNYI YANG MENYAPA, MENYAMBUT LUKA KU
Cipt : Muti'ah Mawaddahtul Maulia (M3)


Di sudut aku mulai merenung

Dimana senyum yang sering menyapa
Bagaimana kabar sosok yang membuat sakit
Akankah dia kembali mengucap maafnya
Bisakah kita kembali dalam ruang sapa?


Wahai rindu jangan datang menyambut untuk kisah
Kalau bukan sebuah bahagia, bisa kalau kau pergi saja?
Aku bukan Besi dan baja yang kau kira akan kuat akan luka

Bahkan saat kau lihat senyumku yang merekah sebenarnya ku terkunci akan kerapuhan 
Benar terlihat baik - baik saja, tapi tak terlihatkah ragaku yang mulai tersiksa 

Ketika sunyi menyambut sepertinya ia sedang menyapa
Mengungkit kembali setiap kenangan indah kurasa tak mudah 
itulah sebuah percuma, jangan datang jika kau menyambutnya itu hanya luka ku 
Yang sedang terkurung mengingat kau yang sempat kuanggap sebuah bahagia  
Mungkinkah kembali bersama? dua raga yang sempat terpisah 

Disudut aku mulai merenung 
Bisakah menyatu dua insan yang merindu lewat doa
Sambutan itu bukan berupa luka yang mengiris - iris hati yang lebut akan rasa 
Bukankah kita adalah dua insan yang sempat saling menyapa 
Sunyi yang menemani bukanlah jaminan bahagia tapi pereda setiap resah

Tidak akan ada benci jika kau beritahu sebabnya
Tidaklah Kerapuhan menjelma kedalam raga yang menyendiri 
Kalau saja kembali mengingat 
Kalau saja kau mengikat setiap momentum yang membuatku mulai mendekat
Memahami setiap kisah yang kau lukiskan, mungkin kita baru saja menjadi bunga mekar

Disudut aku mulai merenung 
Dari setiap kisah yang ku ingat masih terngiangkah bagimu? 
Bahkan setelah sunyi dibawah awan hitam karena bukan aku menolak sambutmu 
Tapi tahu apa kau tentang luka ku Yang kau berikan itu?

Aku hanya ciptaan- Nya yang terwujud karena tulang rusuk yang telah  membengkok
Mudah rapuh dan jatuh karena ucapan Manis yang berujung kesakitan yang utuh
Bisakah kau sedikit paham akan aku yang sedang menanti hadirmu
Bukan sebagai sosok mahir dalam menoreh luka semudah itu 
Bila bisa  tidak lagi kau paksa meluruskannya 

Kamu itu diciptakan karena kepemilikan tanganmu untuk menjaga bukan menyiksa
dekat di hati bersampingan dengan qalbu untuk melihatku sebagai mahluk perasa dan untuk dicinta.
Ingatlah aku bukan sosok yang lemah setelah kau tahu asliku seperti apa
mulailah membuka mata begitu beningnya asa seorang wanita yang tercipta sebagai makhluk perasa

Bila Allah Ridho akan hadirnya kagum, dan diri yang sempat mengagumimu.
Tenanglah suatu saat ku tak akan menyalahkanmu jika kau mulai menyebut namaku dalam doamu
Mulai sadar akan kesabaranku dalam menghadapi hatimu yang sempat mulai mengeras itu.
Aku tidak menyalahkan kehadirannya ditengah - tengah rasa yang telah menjemputku 
Tapi dimana letak salahku yang bertanya- tanya mengapa kau kini tak lagi menyapaku?

Semenjak hadirnya dia, aku mulai merasakan dimana letak ragamu yang menghilang
Tapi tak berani mengatakan. Bukan belum mengikhlaskan
Andai kau bisa merasakan kepergianmu bersamanya seperti suatu hal yang mengagetkan
Bersyukur itu hanya sebuah kekaguman, akan sikapmu yang mengesankan lewat persahabatan.
Dimana aku mulai tahu Senyummu adalah bagian dari suatu kebahagiaan

Kini aku mulai belajar merelakan bertemankan Sunyi yang memberi ketenangan
Sebuah usaha melupakan lewat hal menyakitkan yang sempat singgah 
aku mulai tersadarkan ada Allah yang Menjalankan keinginanku yang sedikit masih diragukan
Mungkin itulah sebuah alasan kita saling dijauhkan dan berjauhan 
Mungkinkah kau bukanlah sebuah kebaikan.

Tidaklah aku merasakan penyesalan 
Bahkan setelah sunyi yang menyapa 
Sunyi itu yang menemaniku yang kini termenung 
Sunyi yang menyapa dan menyambut luka ku yang perih ini.
Karena Tuhan menguji sebuah persahabatan yang pernah terjalin

Terlihatlah kebahagiaanmu itu setelah aku yang tak mengusikmu lagi 
Bahkan setelah sunyi yang menyapa,menyambut luka ku

Komentar