Materi seperti ini sudah banyak yang membahas tentang teori pendidikan. Banyak sudah teori dan implementasinya yang dilakukan oleh guru Penjas khususnya. Oleh karena tulisan ini diharapkan setiap guru penjas bisa di implementasinya tentu sesuai dengan situasi dan kondisi masing masing
Di saat menulis tujuan pembelajaran, Anda bisa mengacu pada kurikulum yang secara rinci dilengkapi dengan Kompetensi Inti dan diperinci dengan Kompetensi Dasar. Hal ini membantu Anda dalam menentukan capaian materi pembelajaran berikut capaian kompetensinya. Namun demikian, ada baiknya rumusan tujuan pembelajaran diawali dengan frase di bawah ini (Rink, 2009) dan diikuti oleh kata kerja:
· Peserta didik akan mampu … (kata kerja).
· Peserta didik dapat … (kata kerja)
Contoh kata kerja yang mengikuti frase tersebut di atas adalah: melakukan, menendang, menembak, bekerjasama, menghormati, menjelaskan, dan lain sebagainya. Dengan awalan frase dan diikuti oleh kata kerja seperti contoh di atas, penulisan tujuan pembelajaran
secara otomatis akan terkontrol untuk tetap mengacu pada hasil
pembelajaran, bukan pada proses. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran ditulis dalam kerangka yang mengarahkan pada kemampuan apa yang akan dikuasai peserta didik sebagai hasil dari pembelajaran.
Selanjutnya, bagaimana cara menulis tujuan pembelajaran secara utuh? Penulisan tujuan pembelajaran yang utuh harus mengacu pada prinsip-prinsip merumuskannya. Ada beberapa prinsip yang dianjurkan oleh para pakar pendidikan. Dalam modul ini kami akan menyajikan prinsip dimana tujuan pembelajaran harus mengandung unsur-unsur yang disebut sebagai ABCD.
· A: Audience artinya SIAPA yang menjadi sasaran dari pembelajaran kita. Audience bisa siapa saja peserta pembelajaran, misalnya peserta pelatihan, santri, mahapeserta didik. Dalam hal ini, audience kita adalah peserta didik.
· B: Behavior adalah PERILAKU apa yang kita harapkan dapat ditunjukkan oleh peserta didik setelah mengikuti pembelajaran. Perilaku ini dirumuskan dengan kata kerja yang kita tuliskan setelah frase pendahuluan (peserta didik dapat…). Perilaku menggambarkan ranah dari pembelajaran. Oleh sebab itu posisinya penting dalam merumuskan tujuan pembelajaran Contoh perilaku ini adalah: menendang bola (psikomotor), memahami paeraturan pertandingan basket (kognitif), menunjukkan dukungan (afektif).
· C: Condition merupakan KONDISI dimana perilaku (behavior) tersebut ditunjukkan oleh peserta didik. Misalnya, secara berpasangan dengan temannya, dalam permainan 3 on 3, menghindari rintangan kayu.
· D: Degree adalah KRITERIA atau tingkat penampilan seperti apa yang kita harapkan dari peserta didik. Contohnya: 90% akurat, sebanyak 3 kali, 8 kali berhasil dari 10 kesempatan melakukan.
2. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Bagaimana suatu tujuan pembelajaran yang baik dituliskan dengan memenuhi kaidah ABCD? Berikut ini contoh tujuan pembelajaran
berdasar orientasi ranah pembelajarannya (psikomotor, kognitif, afektif) berikut analisis berdasar prinsip ABCD. Kami tidak menggunakan A (audience) dalam contoh ini karena audience kita sudah jelas diperuntukkan bagi peserta didik. Jadi, kami akan menganalisis menggunakan BCD yang kita terjemahkan sebagai PERILAKU, KONDISI, dan KRITERIA.
1. Psikomotor.
a. Peserta didik dapat menggiring bola basket dengan cara zigzag melewati 15 kerucut (cones) secara efektif.
PERILAKU: menggiring bola basket
KONDISI: dengan cara zigzag
KRITERIA: melewati 15 kerucut (cones) secara efektif
b. Peserta didik akan mampu membuka ruang yang memungkinkan terjadinya umpan dari rekan pembawa bola dalam permainan sepak bola.
PERILAKU: membuka ruang
KONDISI: dalam permainan sepak bola
KRITERIA: memungkinkan terjadinya umpan dari rekan pembawa bola
2. Kognitif.
a. Peserta didik dapat menganalisis setidaknya 3 tanda-tanda
(cues) yang benar dalam servis bulutangkis. PERILAKU: menganalisis
KONDISI: dalam servis bulutangkis
KRITERIA: setidaknya 3 tanda-tanda (cues) yang benar.
b. Bersama kelompoknya (3 peserta didik per kelompok), peserta didik dapat mempresentasikan strategi bermain 3 on 3 selama 10 menit di depan kelas.
PERILAKU: mempresentasikan strategi bermain 3 on 3
KONDISI: bersama kelompoknya (3 peserta didik per kelompok), di depankelas
KRITERIA: selama 10 menit.
3. Afektif.
a. Ketika berpasangan dengan peserta didik yang keterampilannya lebih rendah, peserta didik dapat menunjukkan empati ketika mengumpan dengan arah dan kecepatan yang sesuai untuk bisa diterima pasangannya tanpa mengalami kesulitan.
PERILAKU: peserta didik dapat menunjukkan empati
KONDISI: Ketika berpasangan dengan peserta didik yang keterampilannya lebih rendah
KRITERIA: mengumpan dengan arah dan kecepatan yang sesuai untuk bisa diterima pasangannya tanpa mengalami kesulitan
b. Peserta didik mampu menerima perbedaan pendapat dengan lapang dada dengan teman satu tim ketika membentuk susunan pemain menghadapi pertandingan antar kelas.
PERILAKU: menerima perbedaan pendapat
KONDIS I: ketika membentuk susunan pemain menghadapi pertandingan antar kelas
KRITERIA : dengan lapang dada
Berbagai tujuan pembelajaran di atas adalah contoh tujuan yang dirumuskan dengan baik karena memenuhi prinsip penulisan. Prinsip tersebut adalah terdapatnya unsur ABCD, atau dalam Bahasa Indonesia adalah audien, perilaku, kondisi, dan kriteria. Selanjutnya, dalam paragraph berikut ini adalah penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut.
Unsur PERILAKU yang terdapat dalam rumusan tujuan pembelajaran ditulis menggunakan kata kerja. Kata kerja ini bertujuan untuk menggambarkan apa yang akan dilakukan peserta didik dan bersifat aktif menunjukkan tindakan. Contohnya, untuk ranah psikomotor: menendang, memukul, menggiring, melompat, meroda, bertukar posisi, membayangi. Sedangkan untuk ranah kognitif meliputi mengingat, membuat daftar, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Untuk ranah afektif, kata kerja dapat berupa
menerima, mengapresiasi, menilai, menghargai, menikmati.
Selain unsur perilaku, KONDISI merupakan unsur kunci dalam pendidikan jasmani dan harus dirumuskan secara spesifik. Mengapa unsur kondisi ini penting? Tidak seperti mata pelajaran lain, dalam pendidikan jasmani, menurut Rink (2009) unsur kondisi menggambarkan situasi dimana tindakan tersebut dilakukan. Misalnya, seorang peserta didik yang mampu mendribel bola basket sambil berlari-lari kecil melintasi garis lurus, belum tentu bisa melakukannya dalam permainan basket sesungguhnya ketika dia harus melakukan dribel dengan arah dan kecepatan yang berubah-ubah. Contoh yang lain, peserta didik yang dapat memukul bola baseball dari umpan toss, belum tentu bisa memukul sama baiknya ketika bola yang datang berasal dari pitcher. Peserta didik yang akurat dalam melakukan tembakan ke gawang mungkin akan mengalami kesulitan yang berarti ketika harus melakukannya di depan beberapa pemain bertahan dan penjaga gawang. Oleh sebab itulah, menuliskan kondisi secara spesifik sangat penting dalam pendidikan jasmani.
Rink (2009) berpendapat bahwa unsur KONDISI ini juga dapat menegaskan ranah apa yang akan dicapai dalam tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, perumusan tujuan pembelajaran dapat berfungsi untuk memperjelas ranah yang sudah diindikasikan dalam unsur PERILAKU dengan kata kerja tindakan, baik itu kognitif ataupun afektif. Coba simak tujuan pembelajaran berikut ini: “Peserta didik mampu menghormati wasit…” Tujuan pembelajaran ini walaupun sudah mengindikasikan ranah afektif dari kata kerja “menghormati”, namun masih belum secara tegas merujuk pada ranah afektif. Anda sebagai guru dapat melakukan penajaman dengan cara merumuskan KONDISI dari tujuan pembelajaran ini. Coba bandingkan dengan rumusan ini: “Peserta didik mampu menghormati wasit ketika mendapatkan keputusan yang kurang menguntungkan timnya.”
Sama seperti ranah afektif, untuk tujuan pembelajaran yang mengacu pada ranah kognitif kita bisa mencantumkan kata kerja kognitif. Misalnya,
“Peserta didik mampu menyebutkan tahapan-tahapan dalam lompat jauh gaya gantung.” Rumusan tujuan pembelajaran tersebut sudah mengindikasikan ranah kognitif dengan membubuhkan kata kerja “menyebutkan.” Namun demikian, dengan menambahkan unsur KONDISI dalam tujuan tersebut maka akan semakin tegas aspek kognitifnya karena situasi dimana pengetahuan peserta didik ditunjukkan secara eksplisit. Coba simak tambahan unsur kondisi dalam tujuan pembelajaran ini: “Peserta didik dapat menyebutkan tahapan-tahapan dalam lompat jauh ketika diminta oleh guru.” Rink (2009) memberi contoh unsur KONDISI dalam tujuan pembelajaran penjas: dalam tes tertulis/lisan, dengan menerapkan apa yang diketahui dalam melakukan tugas gerak, melalui presentasi singkat, di depan kelas, menggunakan PowerPoint.
Jika unsur PERILAKU menggambarkan tindakan yang akan dilakukan peserta didik dan unsur KONDISI menggambarkan situasi dimana perilaku tersebut ditunjukkan, maka unsur KRITERIA menggambarkan tingkat penampilan minimal yang harus dilakukan peserta didik di saat melakukan tugas gerak. Menurut Rink (2009), kriteria bersifat evaluatif, artinya kriteria tersebut memberikan informasi kapan peserta didik yang melakukan tugas gerak tersebut dikatakan telah berhasil. Lebih lanjut Rink menyatakan bahwa unsur kriteria bisa dibagi menjadi dua, (1) sebagai kriteria kuantitatif atau bisa disebut sebagai produk, yang biasanya berkaitan dengan keefektifan dalam melakukan tugas gerak atau perilaku yang lain, seperti berapa kali, berapa jaraknya, seberapa jauh, tinggi, berapa yang benar; atau (2) yang kriteria kualitatif atau biasa disebut sebagai proses, yang biasanya berkaitan dengan karakteristik proses dari gerak, sperti bentuk gerakan, tingkat pemahaman akan suatu pengetahuan, atau sejauh mana perilaku afektif ditunjukkan.
Dalam paragraf selanjutnya, kami akan menyajikan bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran dengan mengacu pada 3 ranah: psikomotor, afektif, dan kognitif. Hampir semua guru paham benar bahwa tujuan pendidikan harus mencakup pengembangan manusia seutuhnya. Apa yang disebut seutuhnya ini biasanya mencakup setidaknya 3 ranah
pembelajaran tersebut. Guru pendidikan jasmani demikian juga, sangat paham akan hal ini. Namun, ketika menuliskan tujuan pembelajaran atau bahkan merumuskan rencana pembelajaran, banyak diantara kita yang terlalu fokus pada ranah psikomotor dan mengabaikan dua ranah lainnya. Hal ini disebabkan karena sebagian dari kita beranggapan bahwa ranah kognitif dan afektif dalam penjas akan muncul secara otomatis katika peserta didik melakukan tugas gerak. Memang, kebanyakan peserta didik mengetahui peraturan permainan olahraga, menganalisis konsep gerak, atau bergaul secara sehat dalam kelas pendidikan jasmani yang merupakan indikasi dari proses dan hasil pembelajaran kognisi dan afeksi. Namun sesungguhnya, prosesnya bisa jadi bukan proses yang efektif dan hasilnya sulit diperkirakan.
Oleh sebab itu, mengapa kita tidak secara khusus menuliskannya jika memang terjadi dalam pembelajaran. Hasil pembelajaran dalam kerangka ranah afektif dan kognitif dapat dirumuskan sama seperti dalam ranah psikomotor dalam pendidikan jasmani. Menurut taxonomi Bloom, kedua ranah ini dapat dianalisis secara hirarkis dimana guru dapat memanfaatkannya untuk perumusan tujuan pembelajaran berkaitan dengan pengembangan materi (Rink, 2009). Ranah kognitif memfokuskan pada keterampilan yang didukung oleh aspek-aspek kognitif yang mensyaratkan progres dari mudah ke sulit. Demikian juga dengan ranah afektif, hirarki ranah ini bergerak dari titik dimana peserta didik menjadi sadar akan perilaku mereka kearah titik dimana nilai-nilai yang mereka yakini memiliki pengaruh langsung terhadap apa yang akan mereka lakukan.
Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat
Sumber :
Modul Guru Pembelajar PJOK K13
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2016
Komentar
Posting Komentar