MUNGKINKAH ALAM MULAI TIDAK BERSAHABAT???



Tahun 2018 baru saja di lewati. Banyak yang telah dilewati sepanjang tahun 2018, suka duka, kabar baik dan kabar buruk, peristiwa baik dan buruk semua berakumulasi menjadi satu peristiwa yang dilewati untuk menjadi pembelajaran bersama.
Salah satu yang menjadi catatan penting di tahun 2018 adalah sepanjang tahun berbagai bencana terjadi sepanjang tahun. Tanah longsor, banjir , gempa bumi,masih jelas Ingat dan masih berdampak sampai saat ini terjadinya Tsunami yang menimbulkan korban luar biasa banyaknya korban  nyawa maupun harta benda. Deretan bencana demi bencana sepanjang tahun membuat satu pertanyaan “ada apa dengan alam kita?”.
Indonesia adalah negara kaya yang di anugerahi alam yang indah, kaya akan potensi alam, tanah yang subur. Tetapi dbalik keindahan  dan kekayaan itu menyimpan potensi bencana yang dahsyat jika tidak mampu mengelolanya dengan baik dan bijak serta sebagai manusia tidak mampu mengantisipasinya bencana sedini mungkin.
Dimana dimulai semua??
Tentu sebagai manusia punya akal sekaligus potensi untuk mampu mengelola ala mini sekaligus punya potensi menghancurkan alam itu sendiri.
Oleh karena itu kuncinya pada manusia itu sendiri!
Bagaimna caranya?
Menurut Chiras (1992) masyarakat yang mampu mempertahankan dan memelihara lingkungan(sustainable society) memiliki karakter: sangat alami (very nature), berpikir dan bertindak menyeluruh (holistic), selalu mengantisipasi kemungkinan yang ditimbulkan  (anticipatory), dan semua keputusannya selalu menekankan kepada biosfer keseluruhan dan selalu mengantisipasi semua akibat yang ditimbulkan menembus ruang dan waktu. Bila masyarakat dalam hidup di lingkungannya berpedoman kepada prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan serta menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) dan untuk sekarang perlu ditambah dengan satu R lagi (replanting) maka masalah lingkungan akan dapat dihindarkan.
Masalah lingkungan disebabkan karena ketidak mampuan mengembangkan sistem nilai sosial, gaya hidup yang tidak mampu membuat hidup kita selaras dengan lingkungan.
Membangun gaya hidup dan sikap terhadap lingkungan agar hidup selaras dengan lingkungan bukan pekerjaan mudah dan bisa dilakukan dalam waktu singkat. Oleh karena itu jalur pendidikan merupakan sarana yang tepat untuk membangun masyarakat yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan etika lingkungan.
Jalur pendidikan yang bisa ditempuh mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) memiliki tujuan seperti yang dirumuskan pada waktu Konferensi Antar Negara tentang Pendidikan Lingkungan pada tahun 1975 di Tbilisi, yaitu: meningkatkan kesadaran yang berhubungan dengan saling ketergantungan ekonomi, sosial, politik, dan ekologi antara daerah perkotaan dan pedesaan; memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap tanggung jawab, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melindungi dan meningkatkan lingkungan; menciptakan pola baru perilaku individu, kelompok dan masyarakat secara menyeluruh menuju lingkungan yang sehat, serasi dan seimbang.
Tujuan pendidikan lingkungan tersebut dapat dijabarkan menjadi enam kelompok, yaitu:
1. Kesadaran, yaitu memberi dorongan kepada setiap individu untuk memperoleh kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dan masalahnya.
2. Pengetahuan, yaitu membantu setiap individu untuk memperoleh berbagai pengalaman dan pemahaman dasar tentang lingkungan dan masalahnya.
3. Sikap, yaitu membantu setiap individu untuk memperoleh seperangkat nilai dan kemampuan mendapatkan pilihan yang tepat, serta mengembangkan perasaan yang peka terhadap lingkungan dan memberikan motivasi untuk berperan serta secara aktif di dalam peningkatan dan perlindungan lingkungan.
4. Keterampilan, yaitu membantu setiap individu untuk memperoleh keterampilan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah lingkungan.
5. Partisipasi, yaitu memberikan motivasi kepada setiap individu untuk berperan serta secara aktif dalam pemecahan masalah lingkungan.
6. Evaluasi, yaitu mendorong setiap individu agar memiliki kemampuan mengevaluasi pengetahuan lingkungan ditinjau dari segi ekologi, social, ekonomi, politik, dan faktor-faktor pendidikan. (Adisendjaja, 1988).
Berdasarkan tujuan di atas, tersirat bahwa masalah lingkungan hidup terutama berkaitan dengan manusia, bukan hanya lingkungan. Oleh karena itu dalam pengembangan program PLH harus ditujukan pada aspek tingkah laku manusia, terutama interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya dan kemampuan memecahkan masalah lingkungan. Dengan demikian  PLH tidak cukup hanya dengan memiliki pemahaman tentang lingkungan, tetapi juga harus memiliki pemahaman mendasar tentang manusia (James & Stapp, 1974).
Setiap teori dalam PLH harus merupakan peleburan dari dua kelompok pengetahuan tersebut. Pendidikan lingkungan hidup haruslah: Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika); Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal; Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
Jika tujuan PLH ditekankan kepada perubahan sikap maka langkah pembelajaran yang dapat ditempuh adalah dengan menghadapkan siswa kepada permasalahan lingkungan yang ada. Setelah itu lanjutkan klarifikasi nilai, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk menilai kondisi, membuat pilihan pemecahan dari alternatif yang tersedia dan menentukan langkah pemecahan. Sikap akan dapat terbentuk melalui cara tersebut dan diperkuat dengan memperbanyak contoh oleh guru (Harlen, 1992).
Sebagai kesimpulan awal bahwa pentingnya pembangunan untuk mensejahteahkan ummat manusia tapi harus diimbangi dengan kemampuan manusia untuk mengelolanya.
Dan dapat dimulai dari dini di dunia pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) untuk menanamkan sikap mencintai alamnya agar terjadi keharmonisan manusia dan alamnya. Dan mampu mengatasi permasalahan alam yang di akibatkan bencana jika terjadi.
Semoga bermanfaat…!

       SUMBER:
1.         Konsep Pendidikan Lingkungan di Sekolah:Oleh:Wahyu Surakusumah
2.        Modul Mulok PLH SMAN. 6 Barru

Komentar