Masih dalam peringatan Hari Olahraga Nasional (HAORNAS) 9 September 2023. Kelas Olahraga.Com merangkum catatan prestasi Indonesia di dunia olahraga. Sebagai wujud penghormatan dan penghargaan bagi atlit atlit Indonesia yang mengharumkan nama bangsa dan negara. Tanpa mengurangi penghormatan dan penghargaan kepada seluruh atlit Indonesia yang sudah berjuang untuk bangsa dan negara yang belum di rangkum dalam tulisan ini. Berikut ini 5 prestasi atlit Indonesia yang mencatatkan namanya sebagai atlit terbaik versi www.kelasolahraga.com
![]() |
Susi Susanti Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 |
1. Rudy Hartono
Rudy Hartono
Kurniawan lahir dengan nama Nio Hap Liang
adalah salah satu mantan pemain bulu tangkis Indonesia yang namanya pernah
diabadikan dalam Guiness Book of World Records pada tahun 1982 karena berhasil
membawa Indonesia meraih juara All England delapan kali dan memenangkan Thomas
Cup sebanyak empat kali.
Rudy Hartono yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu Asian Heroes
kategori Athletes & Explorers versi Majalah Time ini merupakan anak ketiga
dari 9 bersaudara dengan ayah Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy, Freddy
Harsono dan Diana Veronica juga pemain olahraga bulu tangkis meskipun baru pada
tingkat daerah.
Ketika kecil, Rudy tertarik untuk mengikuti beragam cabang olahraga di
sekolahnya. Di SD, Rudi menyukai berenang, kemudian di SMP, ia suka bermain
bola voli, dan di SMA, ia menjadi pemain sepak bola yang baik. Meski demikian,
bulu tangkis menjadi minatnya yang paling besar.
Ayah Rudy yang juga pernah bermain bulu tangkis di kompetisi kelas utama di
Surabaya ini menyadari bakat Rudi ketika usianya menginjak 11 tahun. Rudy pun
mulai dilatih secara sistematik pada Asosiasi Bulu Tangkis Oke yang didirikan
oleh Zulkarnain sendiri pada tahun 1951 dengan pola latihan yang telah
ditentukan oleh ayahnya.
Program kepelatihan Zulkarnain ditekankan pada empat hal utama, yaitu
kecepatan, pengaturan nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif
dalam menjemput target. Sebelum di Oke, Rudy lebih banyak berlatih dengan turun
ke jalan. Ia berlatih di jalan-jalan beraspal yang seringkali masih kasar dan
penuh kerikil, di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya bernama Jalan
Gemblongan.
Setelah beberapa lama bergabung dengan klub ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan
untuk pindah ke klub bulu tangkis yang lebih besar yaitu Rajawali Group yang
telah banyak menghasilkan pemain bulu tangkis dunia. Di akhir tahun 1965, Rudy
lantas bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup.
Setelah bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup,
kemampuannya meningkat pesat. Ia menjadi bagian dari tim Thomas Cup yang menang
pada 1967. Setahun kemudian, di usia 18 tahun, ia meraih juara
.
Meski sudah mengundurkan diri, banyak orang yang masih percaya bahwa ia masih bisa menjadi pemenang, sehingga banyak orang menjulukinya sebagai "Wonderboy". Kunci keberhasilan Rudy diakuinya karena dia selalu memperkuat pikiran dan imannya dengan berdoa. Rudy memegang teguh prinsip manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang memutuskan.
Setelah pensiun, Rudi sempat menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985) di bawah kepengurusan Ferry Sonneville. Ia memimpin klub yang terdiri dari pemain-pemain yang lebih muda darinya, seperti Eddy Kurniawan, Hargiono, Hermawan Susanto dan Alan Budikusuma. Selain itu, Rudy juga mengembangkan bisnis peternakan sapi perah di daerah Sukabumi dan bisnis alat olahraga dengan menjadi agen merk Mikasa, Ascot, juga Yonex.
Kemudian melalui Havilah Citra Footwear yang didirikan pada 1996, ia mengimpor berbagai macam pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah menjadi pengusaha oli merek Top 1 dan menjadi pemain dalam film Matinya Seorang Bidadari pada tahun 1971 bersama Poppy Dharsono. Bahkan, berkat nama besarnya di dunia bulu tangkis, United Nations Development Programme (UNDP) sempat menunjuk Rudy sebagai duta bangsa untuk Indonesia. UNDP adalah organisasi PBB yang berperang melawan kemiskinan dan berjuang meningkatkan standar hidup, dan mendukung para perempuan.
Berikut fakta dan prestasinya
·
Pendidikan
Fakultas
Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
·
Karir
Atlet
Bulutangkis
·
Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI, 1981-1985
·
Pengusaha
1. Delapan
Kali Juara All England
Delapan
gelar yang diraih Rudy Hartono di All England, tujuh di antaranya diraih secara
beruntun. Tujuh gelar beruntun diraih Rudy pada tahun 1968, 1969, 1970, 1971, 1972,
1973, 1974. Gelar kedelapan disabet Rudy pada 1976 dengan menaklukkan Liem Swie
King di final dengan skor 15-6, 15-7. Prestasi delapan gelar All England
tersebut masih sulit dilewati pemain tunggal putra elite dunia lainnya.
2. Pemain Termuda Juara All England
Rudy
Hartono menjadi pemain termuda yang menjuarai All England di usia 18 tahun.
Rudy tampil heroic ketika melumat pemain Malaysia Tan aik Huang di final
tunggal putra dengan skor 15-12, 15-9 pada tahun 1968. Hingga saat ini, ketika
All England untuk pertama kali tidak digelar karena pandemi Covid-19, rekor
juara termuda All England sulit dipecahkan.
3. Pebulu Tangkis Pertama Masuk Guinness
Book of Records
Sukses
meraih delapan gelar juara All England membawa Rudy Hartono menjadi pemain bulu
tangkis pertama yang tercatat di dalam buku rekor dunia atau Guinness Book of
Records.
4. Emas Olimpiade Munich 1972
Rudy
Hartono meraih emas tunggal putra saat bulu tangkis menjadi cabang olahraga
ekshibisi di Olimpiade Munich 1972. Rudy meraih emas setelah melumat musuh
bebuyutannya, Svend Pri di final dengan skor 15-6, 15-1 di Munich.
5. Juara Dunia Tunggal Putra 1980
Prestasi
sensasional Rudy Hartono lainnya terukir dengan mengharumkan nama Indonesia di
Istora Senayan, Jakarta. Gelar juara dunia tunggal putra diraih Rusy setelah
memecundangi rekan senegaranya, Liem Swie King di laga final dalam dua set
15-9, 15-9.
6. Memborong 23 Gelar Juara Turnamen Dunia di 3 Nomor
Rudy
Hartono tercatat sebagai pemain Indonesia yang mengoleksi banyak gelar di
turnamen bulu tangkis dunia. Sejak 1968 hingga 1981, Rudy mengoleksi 24 gelar
juara di tunggal, ganda putra, dan ganda campuran.
Sebanyak
19 gelar tunggal diboyong Rudy dengan rincian delapan juara All England,
Denmark Open (3), Canadian Open (2), Northern Indian, US Open, Singapore Open,
Western Indian, Jakarta Open, dan Japan Open.
7. Empat Kali Bawa Indonesia Rebut Piala Thomas
Selain
gelar individu, Rudy Hartono juga mempersembahkan gelar beregu untuk Indonesia
dengan memboyong Piala Thomas. Empat gelar Piala Thomas dipersembahkan Rudy
tahun 1970 di Kuala Lumpur, Malaysia, 1973 di Jakarta, 1976 di Bangkok,
Thailand, dan 1976 di Jakarta.
8. Emas Asian Games 1970
Tahun
1970 menjadi masa keemasan Rudy Hartono dengan meraih gelar bergengsi di
perorangan dan beregu. Selain gelar All England, Piala Thomas, Rudy juga
membawa Indonesia meraih emas nomor gerebu bulu tangkis di Asian Games 1970 di
Bangkok, Thailand.
Demikian catatan
prestasi Maestro bulu tangkis dunia yang sampai hari ini belum ada yang
menyamai recor yang ditorehkan selama karier sebagai atlit bulu tangkis.
terima kasih atas
pengabdianmu, dedikasimu terhadap bangsa dan negara, hingga kini Indonesias
dikenal sebagai negara yang melahirkan atlit bulu tangkis tingkat dunia.
sungguh butuh perjuangan, pengorbanan luar bias serta doa sebagai
filosofi hidupnya kunci sukses adalah doa.
Semoga menjadi
inspirasi pemicu semangat bagi generasi muda untuk kejayaan bangsa dan negara.
Amiin!
2. Elyas_Pical
Petinju kelahiran Saparua, Ambon, 24 Maret 1960 ini merebut gelar juara dunia IBF Kelas Bantam Yunior (Kelas Super Terbang) dari petinju Korea Chun Ju-do di Jakarta pada 3 Mei 1985. Ellyas Pical berusia 25 tahun saat meraih gelar bergengsi tersebut. Ia adalah orang pertama atau petinju Indoneisa pertama meraih gelar juara dunia.
Sepanjang karier profesionalnya, rekornya
adalah 20 kemenangan (11 KO), 1 seri, dan 5 kekalahan. Dari pernikahannya
dengan Rina Siahaya Pical, ia memperoleh dua orang putra: Lorinly dan Matthew,
kini tinggal di perumahan Duta Bintaro, Kota Tangerang.
Berikut fakta dan prestasinya:
1) Bertinju: Southpaw (kidal).2) Julukan: The Exocet. Excocet adalah peluru kendali anti-kapal buatan Prancis. Excocet telah digunakan dalam perang pada tahun 1980-an. Namanya berasal dari bahasa Prancis, yang berarti ikan terbang (sumber wikepedia bahasa Indonesia).
3) Tinggi: 165 sentimeter.
4) Kelas: Bantam yunior, 52,163 kilogram.
5) Sasana: Garuda Pattimura (di Ambon, ketika masih ikut Pertina), dan Garuda Jaya (di Jakarta, setelah masuk tinju pro pada tahun 1981).
6) Pelatih di tinju profesional: Pontas Simanjuntak, diteruskan oleh Simson Tambunan kemudian Kairus Sahel.
7) Manajer: Anton Ojak Sihotang, diteruskan Dali Sofari, Melky Goeslaw.
8) Pertama naik ring: GOR Satria Kinajungan, Warung Buncit, Pancoran, Jakarta Selatan, 12 Desember 1982, menang TKO ronde keempat (rencana enam ronde) melawan Eddy Rafael (Scropio Boxing Camp Jakarta). Promotor: Halim Susanto.
9) Rebut gelar juara Indonesia: Gedung Go Skate, Surabaya, 11 Desember 1983, menang angka 12 ronde melalui unanimous decision atas juara Wongso Indrajit (Sawunggaling Malang). Promotor: Handoyo Laksono.
10) Rebut gelar lowong OPBF: Seoul, Korea Selatan, 19 Mei 1984, menang angka 12 ronde melalui split decision atas petinju tuan rumah Hee Yun Chong (Korea Selatan). Pelatih Elly, Simson Tambunan, menjadi salah satu hakim dalam pertandingan tersebut. Penyelenggara: Chun Promotions.
11) Pertahankan gelar OPBF: Istora Senayan Jakarta, 7 Oktober 1984, Elly menang KO ronde kedelapan atas penantang Mutsuo Watanabe (Jepang). Promotor: Edward Simorangkir.
12)
Rebut gelar juara dunia IBF: Istora Senayan,
Jakarta, 3 Mei 1985, Elly menangSepanjang karier profesionalnya, rekornya
adalah 20 kemenangan (11 KO), 1 seri, dan 5 kekalahan. Dari pernikahannya
dengan Rina Siahaya Pical, ia memperoleh dua orang putra: Lorinly dan Matthew,
kini tinggal di perumahan Duta Bintaro, Kota Tangerang.
3. Lalu Muhammad Zohri
Zohri
telah mencetak sejarah baru bagi Indonesia karena dialah pertama kalinya
Indonesia berhasil memenangkan kejuaraan ini. Dalam kurun waktu 32 tahun,
penampilan terbaik atlet Indonesia adalah meraih posisi ke - 8 pada tahun 1986.
Pada Kejuaraan Atletik Dunia U-20 2018, tepat usianya 20
tahun, Zohri sukses menjadi sprinter tercepat di dunia dengan rekor 10.18 detik
disusul pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison. Pencapaian
Zohri merupakan sejarah baru dalam cabang olahraga atletik Indonesia. Sebelumnya, prestasi terbaik atlet
Indonesia di Kejuaraan Dunia Atletik Junior nomor lari 100 meter adalah finis kedelapan di babak
penyisihan tahun 1986.
Keluarga
Laki-laki yang kerap disapa Zohri ini lahir di Lombok, Nusa
Tenggara Barat pada 1 Juli 2000. Ia adalah putra ketiga dari pasangan Saeriah
dan Lalu Ahmad. Tapi sayangnya. Kedua orangtua Zohri kini telah tiada. Ibunya
meninggal saat dia masih duduk di bangku SD, sedangkan sang ayah wafat saat
dirinya menginjak usia 17 tahun. Zohri pun tinggal di rumah peninggalan kedua
orang tuanya.Ibu
Zohri meninggal saat dia masih duduk di bangku SD (SDN 1 Pemenang), sedangkan sang ayah wafat saat
dirinya menginjak usia 17 tahun. Zohri pun tinggal di rumah peninggalan
kedua orang tuanya. Semasa hidup, sang ayah selalu mendukung Zohri
mengejar mimpinya.Meski pada awalnya Zohri sempat tenggelam karena keraguan
untuk terjun ke dunia atlet karena berbagai kecemasan termasuk biaya.
Karier Atletik
Zohri pertama mendapatkan tawaran untuk mengikuti kejuaraan saat
masih sekolah di SMPN 1 Pemenang pada tahun 2015. Sebetulnya tentang pendidikan sendiri, Zohri tergolong sebagai anak yang
malas. Ia bahkan pernah dijemput oleh gurunya agar mau sekolah dan sempat tidak
naik kelas sekali. (kalau ini jangan ditiru ya….)
Tapi, hal itu justru berbanding terbalik dengan kemampuanya di
bidang olahraga. Zohri pertama mendapatkan tawaran Saat itu ia ditawarkan
untuk ikut kejuaraan oleh guru olahraga sekaligus pelatihnya, #Rosida. Untuk
mengikuti kejuaraan saat masih sekolah di SMPN 1 Pemenang. Selama
keikutsertaannya dalam olimpiade maksudnya O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa
Nasional)? SMP , Zohri sering menduduki posisi jawara salah satunya yaitu
dalam Kejuaraan sprint yang pertama kali diikuti Zohri adalah Kejuaraan
Daerah (Kejurda) di Lombok Utara tahun 2015. Zohri diketahui sangat gigih dalam
berlatih.Ia bahkan sering latihan dalam keadaan bertelanjang kaki, menyusuri
sekitar pantai Gili Trawangan.Salah satunya yaitu dalam ajang Kejuaraan
Nasional U-18 dan U-20 di Stadion Atletik Rawamangun. Zohri berhasil
menyelasaikan lari 100 meter dalam hitungan waktu 11.18 detik. ajang
Kejuaraan Nasional U-18 dan U-20 di Stadion Atletik Rawamangun. Berkat
kegigihanny tersebut, Zohri sering menduduki posisi jawara.Sejak itu, namanya
pun mulai dikenal.
Seiring berjalannya waktu, kecepatan lari Zohri pun semakin
melesat. Dia berhasil mencetak waktu 10.28 detik saat mengikuti Pekan Olahraga
Nasonal di Jawa Tengah pada tahun 2017 lalu.
Bakat Lalu Muhammad Zohri memang banyak mengagetkan pecinta Atletik. Salah satunya saat Lalu Muhammad Zohri membuat catatan waktu 10,27 detik di Kejuaraan Nasional antar PPLP se-Indonesia, November 2017 yang sempat membuat panitia tidak percaya, sehingga membuat panitia memeriksa ulang timing system, wind speed, dan jarak trek.
Zohri yang juga merupakan atlet andalan NTB di PON dan disiapkan
untuk PON 2020 Papua. Untuk skala nasional, Zohri memang memiliki segudang
prestasi. Diantaranya menjadi juara di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) U-18 dan
U-20 Rawamangun Jakarta.
Bakat Lalu Muhammad Zohri terpantau oleh pelatih lari jarak pendek
pelatnas Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI), Eni Saeni yang meminta
Lalu Muhammad Zohri terbang menuju Jakarta untuk mengikuti pelatnas jelang
Asian Games 2018.
“Dengan potensi yang dimiliki, Lalu bisa mencapai 10,00 detik
suatu hari nanti. Dia punya faktor genetika yang baik sebagai pelari, dan
kecerdasan dalam mempelajari teknik berlari,” ujar Eni suatu waktu.
Karena memiliki potensi besar, Zohri kemudian dipinang PB
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) untuk memperkuat Timnas Indonesia
untuk bertarung dalam perhelatan Kejuaraan Dunia Remaja di Kenya. Ia berhasil
menyelesaikan lari 200 meter dalam waktu 21.96 detik dan berhasil membawa
pulang medali emas.
Zohri yang tergabung dalam Pelatnas di akhir 2017 ini pun berhasil
meraih medali perunggu saat tampil dalam test untuk perhelatan Asian Games
2018. Sedangkan atlet yang meraih medali emas kala itu berasal dari Sri Lanka
dengan selisih hanya 0.02 detik dengan Zohri.
Pada ajang Kejuaraan Asia Atletik Junior 2018 di Jepang, Zohri juga berhasil meraih medali emas
untuk lari 100 meter dengan catatan waktu 10,27 detik.
Pada Pesta Olahraga Asia
2018, Zohri mencapai final namun finis di
urutan ke-7 dengan catatan waktu 10,20 detik dalam nomor lari 100 m. Namun, dia
dan rekan-rekan atletnya berhasil memenangkan medali perak di nomor estafet 4×100 m. Zohri
merupakan pelari kedua dalam nomor tersebut.
Pada Kejuaraan Atletik Asia 2019, Zohri berhasil meraih medali perak dengan catatan waktu
10,13 detik yang dicapainya pada babak final. Catatan waktu tersebut juga
memecahkan rekor nasional lari 100 meter yang sebelumnya dipegang oleh Suryo Agung Wibowo dengan catatan waktu 10,17 detik
Pada Kejuaraan
Atletik Dunia U-20 2018 di di Tampere, Finlandia. Zohri sukses menjadi sprinter tercepat di
dunia dengan rekor 10.18 detik sebenarnya bukan atlet yang
diunggulkan pada nomor bergengsi tersebut. Dia tampil mewakili Asia setelah
menang pada Kejuaraan Asia U-20 yang berlangsung Juni lalu. Saat itu, pria
kelahiran 1 Juli 2000 tersebut hanya mampu mencatat waktu terbaik, 10.27 detik.
Namanya mulai
diperhitungkan saat di babak semifinal berhasil menempati urutan kedua di
belakang atlet AS, Anthony Schwartz dengan catatan waktu 10.24 atau 0.05 lebih
lambat.
Di babak final,
Zohri menempati lintasan nomor 8. Saat pistol start diletuskan, Zohri pun
segera melesat dan bersaing ketat dengan Monareng serta Schwartz. Zohri
akhirnya berhasil finis pertama mengungguli kedua pelari asal Negeri Paman Sam
tersebut. Zohri telah mencetak sejarah baru bagi Indonesia karena dialah
pertama kalinya Indonesia berhasil memenangkan kejuaraan ini. Dalam kurun waktu
32 tahun, penampilan terbaik atlet Indonesia adalah meraih posisi ke-8 pada
tahun 1986.
Lalu Muhammad Zohri juga berhasil mencatatkan waktu 10,15 detik di
semifinal dan kemudian dipertajam menjadi 10,13 detik di final saat merebut
medali perak dalam ajang yang berlangsung di Stadion Internasional Khalifa,
Doha, Qatar, 22 April 2019 lalu.
Dengan adanya
prestasi tersebut, Zohri berhasil memecahkan rekor Suryo Agung saat tampil di
semifinal Kejuaraan Atletik Asia 2019.
Perjuangan Zohri di cabang lari tak sia-sia. Dari daerah pelosok,
ia pun menjadi pelari Indonesia tercepat dunia.
Ini tentu kabar baik bagi Indonesia, karena Lalu Muhammmad Zohri
barulah berusia 18 tahun. Lalu berhasil meraih emas pada nomor lari 100 meter.
Tak tanggung tanggung, Lalu berhasil memecahkan rekor nasional
lari 100 meter U-20 dengan catatan waktu 10,18 detik. Komentator pada lomba
tersebut menyebut jika peristiwa ini adalah sejarah besar dalam lari 100 meter
final. Dalam akun twitter IAAF bahkan menuliskan, “Lalu Muhammad Zohri becomes the First Indonesian ever to win any medal of any kind at these
championships”.
Dalam 32 tahun sejarah Kejuaraan Dunia Atletik U-20 IAAF,
penampilan terbaik seorang atlet Indonesia adalah finis kedelapan di 100 meter
heat pada edisi perdana 1986. dan Lalu Muhammad berhasil menghapus catatan
tersebut.
Sebenarnya tidak hanya menjadi atlet Indonesia pertama yang
menjuarai kejuaraan dunia tersebut, tetapi juga menjadi atlet Asia Tenggara
pertama yang menjadi juara di kejuraan dunia atletik tersebut.
4. Susi Susanti
Masih di
cabang olahraga Bulu tangkis pebulu
tangkis nama lengkapnya LUCIA FANCISCA SUSI SUSANTI, lahir di Tasikmalaya, Jawa
Barat, 11 Februari 1973
Tak
mudah untuk menjadi juara. Banyak proses yang harus dilalui dengan kerja keras.
Ia mulai dengan bermain di tiga sektor, yaitu tunggal, ganda, dan
campuran. Kegigihan dan kedisiplinan mengantarkannya menjadi legenda
bulutangkis Indonesia dengan menjuarai berbagai turnamen tingkat dunia.
Susi
Susanti dikenal sebagai pemain bulutangkis putri yang dikenal memiliki sikap
tenang saat bertanding. Bahkan ia pun mampu mengendalikan emosi saat bertanding
meskipun telah tertinggal jauh dari lawannya. Tak ada kata menyerah baginya.
Tentu,
sikap mental dan sikap Susy tak lepas dari kualitas teknis permainannya. Ia
memiliki kelebihan yang sempurna dari sisi pukulan komplit, fisik kuat, dan
kecepatan. Itu semua ia bangun sejak kecil. Ia memang menyukai olahraga
bulutangkis sejak Sekolah Dasar (SD).
Orangtua
Susy sangat mendukung dirinya menjadi atlet. Kemudia ia pindah dari Tasikmalaya
ke Jakarta ketika masih duduk di bangku 2 SMP dan berpikir untuk serius di
dunia bulutangkis. Ia pun masuk sekolah altet dan tinggal di Asrama.
Tinggal
di asrama, ia harus disiplin. Ia memiliki jadwal latihan yang sangat
padat. Enam hari dalam seminggu, Senin - Sabtu dari jam 7 sampai jam 11
pagi, lalu dsambung lagi jam 3 sore sampai jam 7 malam.
Karier
juniornya, memasuki usia 14 tahun, ia sabet Juara World Championship Junior
pada 1985. Ia raih dalam pertandingan tunggal, ganda putri, dan campuran. Pada
1987, ia kembali menjuarainya pada nomor tunggal dan ganda putri. Fantastis, ia
raih 5 kali juara junior tingkat dunia.
Sementara
karier profesional dewasanya, ia mulai meraih juara Indonesa Terbuka pada tahun
1989 saat berusia 18 tahun. Di ajang turnamen Indonesia Terbuka Susi 6 kali
juara.
Sejak
itu, prestasi demi prestasi ia raihnya. Sebelumnya, pada 1987,
Susi
berhasil turut serta menyumbangkan gelar Piala Sudirman pada tim Indonesia
untuk pertama kalinya. Susi mulai dengan merajai kompetisi bulu tangkis wanita
saat itu, dengan menjuarai All England sebanyak empat kali yaitu pada tahun
1990, 1991, 1993, dan 1994. Ia juga menjadi Juara Dunia di tahun 1993.
Namun,
namanya menjadi kebanggaan rakyat Indonesia terjadi pada tahun 1992, ia
berhasil menjadi juara tunggal putri cabang bulu tangkis di Olimpiade Barcelona,
Spanyol. Selasa 4 Agustus 1992, rakyat Indonesia larut dalam kebahagiaaan. Di
hari itu, Susi Susanti berhasil menorehkan nama Indonesia di panggung
internasional dengan merebut medali emas di ajang Olimpiade Barcelona.
Dalam
laga puncak, Susi berhasil mengalahkan pebulutangkis tunggal putri Korea
Selatan, Bang Soo-hyun, 5-11, 11-5 dan 11-3. Usai laga itu, Susi pun
menghadirkan kebanggaan dari arena olahraga sejagat raya. Ia menjadi peraih
emas pertama bagi Indonesia di ajang olimpiade.
Yang
bikin hebat lagi, Alan Budikusuma yang saat itu berstatus pacar juga berhasil
menjadi juara di tunggal putra. Setelah itu media asing menjuluki mereka
sebagai "Pengantin Olimpiade", dimana julukan itu akhirnya menjadi
kenyataan pada 9 Februari 1997.
Di Olimpiade berikutnya tahun 1996 di Atlanta, Amerika Serikat, ia kembali berhasil meraih medali walaupun medali perunggu. Saat itu juga Susi berhasil merebut Piala Uber tahun 1994 dan 1996 bersama tim Uber Indonesia. Banyak gelar yang seri Grand Prix yang berhasil ia raih sepanjang kariernya.
Memasuki
tahun 1997, saat mulai regenerasi pemain muda, Susi mulai mengundurkan diri
dari dunia bulutangkis. Pada tahun yang sama, ia pun melaksanakan pernikahannya
dengan Alan Budi Kusuma di Jakarta.
Selama
membangun rumah tangga, Susi tak lepas dengan dunia bulutangkis. Ia mendirikan
gedung bulutangkis dengan nama Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading,
Jakarta. Mereka berdua juga membuat raket dengan merek Astec (Alan-Susi
Technology). Selain itu, Susi juga disibukkan menjadi komentator pertandingan
bulutangkis di stasiun televisi.
KELUARGA
Suami
: Alan Budikusuma
Anak
: Laurencia Averina
Albertus Edward
Sebastianus
Frederick
PENGHARGAAN
Tanda
Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama 1992
The Badminton Hall of Fame 2004
PRESTASI
Tunggal
Putri
Juara
World Championship Junior 5 kali 1985
Juara
SEA Games 1987, 1989, 1991, 1995, 1997 (beregu)
Juara
Indonesia Open 1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997
Juara
All England 1990, 1991, 1993, dan 1994
Juara
Australia Open 1990
Juara
China Taipei Open 1991, 1994 dan 1996
Medali
Emas Olimpiade Barcelona 1992
Medali
Perunggu Asian Games 1990, dan 1994
Medali
Perunggu Olimpiade Atlanta 1996
Juara
World Championship 1993
Juara
World Cup 1989, 1990, 1993, 1994, 1996, 1997
Juara
World Badminton Grand Prix 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, dan 1996
Juara
Malaysia Open 1992,1993, 1994, 1995, dan 1997
Juara
Japan Open 1991 1992, 1994, dan 1995
Juara
Korea Open 1995
Juara
Dutch Open 1993, 1994
Juara
German Open 1992, 1993 1994
Juara
Denmark Open 1991 dan 1992
Juara
Thailand Open 1991, 1992, 1993, dan 1994
Juara
Swedish Open 1991 1992
Juara
Vietnam Open 1997
Tahukah Anda bahwa
olimpiade Seoul 1988 menjadi saksi sekaligus momen bersejarah bagi Indonesia.
Pasalnya bertepatan pada tanggal 1 Oktober 1988, Trio Srikandi pemanah yakni
Nurfitiriyana Saiman Lantang, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani meraih,
medali perak beregu di Olimpiade tersebut. Mereka mempersembahkan medali
pertama bagi Indonesia dalam ajang Olimpiade.
Ketiga Srikandi anak
bangsa tersebut berhasil mengalahkan tim panahan Amerika Serikat dan melahirkan
legenda sembilan anak panah. Dengan keberhasilan tersebut, Indonesia berhasil
keluar sebagai juara ke-2. Segera setelah kemenangan itu, kabar keberhasilan Trio
Srikandi panahan Indonesia segera menghasilkan apresiasi yang tidak terhingga.
Mengukir Sejarah di Dunia Panahan
momen bersejarah
tersebut dicapai oleh Nurfitriyana-Lilies-Kusuma melalui proses yang tidak
mudah. Mereka menggapai kejayaan setelah ditempa dengan latihan keras dibimbing
oleh pelatih Donald Pandiangan. Saat itu ketiga atlet ini sama sekali tidak
terkenal sebelum meraih medali perak olimpiade.
Nama mereka kalah
tenar dibandingkan Mardi Lestari (atletik), Yayuk Basuki (tenis), Suharyadi (tenis),
Donald Wailan Walalangi (tenis), dan Adrianus Taroreh (tinju), yang menjadi
atlet terkenal yang mengikuti Olimpiade 1988. Pada masa itu memang olahraga
tenis, atletik, dan tinju, sedang digemari oleh masyarakat Indonesia.
Kategori lomba
panahan beregu baru pertama kali dipertandingkan di Seoul dalam Olimpiade
modern. Pepanah putri Indonesia tidak diperhitungkan dalam persaingan di
Olimpiade 1988. Saat itu ada trio pepanah Korea Selatan (Korsel) yang menyapu
bersih medali nomor individual.
Selain itu ada duet
pepanah Tiongkok, Ma Xiangjung dan Yao Yawen, pemenang dan ranking 3 kejuaraan
panahan dunia tahun 1987. Ikut serta pula pemanah Uni Soviet yang merupakan
pemenang beregu Kejuaraan Dunia Panahan 1987. Ada juga tim putri Amerika
Serikat (AS) yang sudah sering menjadi juara dunia.
Tapi, lapangan panahan Hwarang yang terletak di dalam kompleks militer Seoul, Korea Selatan (Korsel), menjadi saksi bisu kesuksesan tim polesan Donald Pandiangan kala melahirkan medali perak untuk Indonesia. Saat itu, lawan Indonesia seperti Korsel, AS, Uni Soviet, dan Britania Raya, merupakan juara dunia panahan beregu putri
Tampil dengan Maksimal Untuk Indonesia
Tak diunggulkan,
Trio Srikandi Indonesia tampil tanpa beban di final. Mereka dengan mantap dan
penuh percaya diri mendulang banyak poin. Ketiganya sukses mendulang total 952
poin, menyamai poin pepanah Amerika Serikat, mengalahkan poin dari Uni Soviet
dan juga Britania Raya.
Hanya trio pemanah
putri Korsel yang mampu melampaui perolehan poin Indonesia. Sejarah besar
kemudian tercipta, medali pertama
olimpiade untuk Indonesia. Tapi karena poin sama, trio pepanah Indonesia
dan AS kembali diadu dalam sesi tri-breaker. Sembilan anak panah terakhir yang
dilepaskan trio srikandi Indonesia mendulang 72 poin.
Hasil tersebut sudah
cukup untuk mengalahkan AS yang hanya meraih 67 poin usai satu anak panah
melenceng dari papan target. Akhirnya, Nurfitriyana-Lilies-Kusuma sukses
menjadi runner up, mempersembahkan medali perak buat Indonesia. Keberhasilan
yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Hal ini karena
pencapaian ketiganya kurang maksimal saat bertarung di nomor perorangan putri.
Kusuma dan Lilies tumbang di perempat final. Sementara Nurfitriyana terhenti di
babak semifinal. Medali perak tersebut menjadi yang pertama setelah 36 tahun
Indonesia mentas di Olimpiade. Juga motivasi bahwa atlet Indonesia bisa
berprestasi pada ajang Olimpiade.
Melampaui target
Saat di Seoul,
tekanan semakin berat dirasakan oleh para atlet, termasuk para atlet panahan.
Mereka memikul beban sebagai wakil Indonesia di ajang Olimpiade. Sejak ikut
Olimpiade pertama kali di Helsinki, Finlandia (1952), Indonesia belum pernah
menorehkan prestasi.
Padahal saat itu,
Donald Pandiangan sudah bolak-balik juara Asia dalam tahun 70-an. Bahkan ia
pernah memecahkan rekor dunia di PON 1977 Jakarta. Mimpinya meraih medali di
Olimpiade Moscow 1980, hancur berantakan setelah Pemerintah Indonesia
memutuskan memboikot karena invasi Uni Soviet ke Afghanistan.
Sebenarnya cabang
panahan putri Indonesia hanya ditargetkan menyumbang medali perunggu. Secara
mengejutkan Trio Srikandi berhasil melampaui target yang diberikan dengan
raihan medali perak. Berkat sumbangan itu, Indonesia berada di urutan ke-36 di
atas dua negara tetangga Asia Tenggara, Thailand dan Filipina.
Kabar itu pun
menyebar dengan cepat di Tanah Air. Kepulangan Trio Srikandi disambut antusias
rakyat Indonesia di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Presiden Soeharto
mengundang ketiga atlet panahan beserta tim pelatih ke Istana Negara sebagai
bentuk apresiasi.
Kisah 3 Srikandi Diangkat menjadi Film
Hingga akhirnya,
kisah perjuangan 3 Srikandi menarik perhatian produser Raam Punjabi dan
sutradara Imam Brotoseno untuk diabadikan dalam sebuah film yang berjudul sama
dengan sebutan mereka yaitu, 3 Srikandi.
Pada Film 3 Srikandi
ini diperankan oleh beberapa aktor dan aktris kenamaan Indonesia. Adalah Reza
Rahadian yang berperan sebagai Donald Pandiangan, Tara Basro sebagai Kusuma
Wardhani, Chelsea Islan sebagai Lilies Handayani, dan Bunga Citra Lestari
sebagai Nurfitriyana Saiman yang juga sebagai penyanyi untuk soundtrack 3
Srikandi ini.
Film 3 Srikandi ini
dapat membangkitkan rasa nasionalisme Masyarakat Indonesia yang pesimis akan
perkembangan dunia olahraga di tanah air. Juga, rasa cinta 3 Srikandi terhadap
tanah air yang ditonjolkan pada film ini dapat menjadi motivasi dan pantas
untuk diteladani.
Referensi:
Rudi Hartono (Pebulu Tangkis Pertama Masuk Guiness Book of Records) (kelasolahraga.com)
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Ellyas_Pical
https://www.minews.id/kisah/ini-8-rekor-rudy-hartono-yang-menggemparkan-bulu-tangkis-dunia
Komentar
Posting Komentar